Monday, May 6, 2013

PERMENKES NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008


MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 269/MENKES/PER/III/2008
TENTANG
REKAM MEDIS
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu mengatur kembali penyelenggaraan Rekam Medis dengan Peraturan Menteri Kesehatan;

Mengingat            1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2803);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/ll/1988 tentang Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;


MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA


MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REKAM MEDIS.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan. pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
4. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.
5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
6. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
7. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.
8. Organisasi Protesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.



BAB II
JENIS DAN ISI REKAM MEDIS

Pasal 2
(1) Rekam medis hams dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.
(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
  (4) Isi rekam medis pasien dalam keadaan bencana, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan :
a. jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan;
b. kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal; dan
c. identitas yang menemukan pasien;
(5) Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
(6) Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan masal dicatat dalam rekam medis sesuai ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (3) dan disimpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.
Pasal 4
(1) Ringkasan pulang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) harus dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien.
(2) Isi ringkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas pasien;
b. diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat;
c. ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak lanjut; dan
d. ñama dan tanda tangán dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.

BAB III
TATA CARA PENYELENGGARAAN
Pasal 5
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.
(3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
(4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangán dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung.
(5) Dalam hai terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan.
(6) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.
Pasal 6
Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggungjawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.

Pasal 7
Sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis.
BAB IV
PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN KERAHASIAAN
Pasal 8
(1) Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.
(2) Setelah batas waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.
(3) Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disimpan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
(4) Penyimpanan rekam medis dan ringkasan pulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan, ayat (3), dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 9
(1) Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat.
(2) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan.
Pasal 10
(1) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(2) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hai :
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hokum atas perintah pengadilan;
c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.
(3) Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 11
(1) Penjelasan tentang ¡si rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB V
KEPEMILIKAN, PEMANFAATAN DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 12
(1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
(2) Isi rekam medis merupakan milik pasien.
(3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis.
(4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
Pasal 13
(1) Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:
a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi;
c. keperluan pendidikan dan penelitian;
d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan; dan
e. data Statistik kesehatan.
(2) Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
(3) Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.
Pasal 14
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.

BAB VI
PENGORGANISASIAN
Pasal 15
Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai dengan organisasi dan tata kerja sarana pelayanan kesehatan.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan organisasi protesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Pasal 17
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
BAB VIM
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Dokter, dokter gigi, dan sarana pelayanan kesehatan harus menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 20
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



KOMPUTERISASI REKAM MEDIK


      Penerapan sistem komputerisasi untuk prosedur rekam medis bertujuan untuk mengembangkan pelayanan informasi medis pasien yang otomatis sehingga meningkatkan manfaat penggunaan informasi untuk pelayanan pasien, statistik, penelitian dan pendidikan. Namun perlu diingat bahwa efektifitas dan efisiensi Unit Rekam Medis dengan sistem komputerisasi bisa dicapai hanya bila prosedur dasar yang manual sudah benar-benar siap serta berjalan dengan baik. Meskipun komputerisasi akan sangat membantu dalam pengelolaan pelayanan rekam medis, tetapi adanya pelayanan rekam medis secara manual yang simpel, efektif dan efisien tetap merupakan syarat wajib sebelum dilakukannya komputerisasi. Komputerisasi tidak untuk menyelesaikan semua masalah jika sistem manual-nya belum dibuat dan belum dilaksanakan secara baik.
       Pengembangan dan penerapan sistem yang bagaimanapun membutuhkan perencanaan matang dan kerjasama yang baik diantara pihak-pihak yang terlibat. Misalnya untuk komputerisasi rekam medis ini yang terlibat adalah pihak unit rekam medis, pihak manajemen rumah sakit, staf medis, staf non medis serta orang-orang yang bergerak di bidang teknologi informasi.
       Sebagaimana pengalaman beberapa rumah sakit yang telah menerapkan sistem komputerisasi, ada 5 tingkat otomasi dalam transisi ke sistem rekam kesehatan elektronik. Setiap tingkat dibangun setelah yang lain.
          Tingkat pertama adalah rekam medis otomatis, yang tergantung pada masukan dari dokumen berbasis kertas dan berisi sistem administrasi dan sistem penunjang klinik seperti hasil laboratorium.
          Yang kedua adalah komputerisasi catatan pasien (computerized patient record) yang dibuat dengan mengubah dokumen berupa kertas melalui sistem citra (imaging) dokumen. Pada tingkat ini struktur dasar sistem yang berbasis kertas telah berganti menjadi berbasis komputer.
        Tingkat selanjutnya mengarah dari elektronik rekam medis ke elektronik catatan pasien (electronic patient record) dan tingkat terakhir adalah elektronik rekam kesehatan. Elektronik rekam kesehatan merupakan tujuan utama dalam pengembangan sistem informasi kesehatan yang di berbagai negara hingga saat ini masih belum sepenuhnya tercapai. Kebanyakan negara baru mencapai di dua tingkat pertama dan mereka masih terus berupaya merangkak ke tingkat berikutnya.

         Bagi rumah sakit yang melangkah pada tingkat pertama yaitu sistem rekam medis otomatis, maka Indek Utama Pasien (IUP) harus merupakan prosedur pertama yang dikomputerisasikan. Jika komputerisasi IUP berjalan dengan baik, maka prosedur admisi atau pasien-keluar selanjutnya serta sistem indek penyakit dan operasi dapat dijalankan.
Hal penting yang harus diperhatikan untuk melangkah menuju komputerisasi data rekam medis pasien adalah:
·      Dukungan hardware dan software telah benar-benar siap
·   Semua operator komputer telah terlatih, baik dalam penggunaan komputer maupun dalam akses penggunaannya itu sendiri. Misalnya komputer tidak diletakkan di ruang manajer yang sering dikunci karena si manajer sering pergi, sehingga bila staf operator akan menggunakan komputer, harus menunggu sang manajer tiba.
· Tersedia infrastruktur dan furnitur yang sesuai (sumber listrik, kabel, meja-kursi komputer). Terkadang antar unit masih terjadi pinjam-meminjam peralatan atau meja-kursi yang berakibat menghambat kerja di unit yang bersangkutan. Hal ini tidak boleh terjadi.
·      Prosedur pengamanan harus diatur dan ditetapkan untuk menghindari penyalahgunaan penggunaan komputer, misalnya untuk main games atau fungsi non rekam medis lainnya. Disamping itu juga untuk melindungi komputer dari virus.
·      Petugas atau pihak yang berwenang diberi kata sandi (password) yang diganti secara periodik untuk mencegah penggunaan komputer oleh orang yang tidak berwenang.
Prosedur rekam medis yang biasa dikomputerisasikan adalah sebagai berikut:
·      Indek utama pasien
·      Admisi, rujukan dan sistem discharge/death (pasien-pulang atau meninggal)
·      Indek penyakit dan operasi
Tambahan untuk aplikasi ini, prosedur berikut bisa dijalankan saat sistem di atas sudah berjalan:
·      Sistem pelacakan lokasi rekam medis
·      Sistem kelengkapan rekam medis
·      Sistem pembuatan discharge summary (ringkasan keluar-masuk)
·      Sistem penjadwalan perjanjian pasien rawat jalan
Spesifikasi akhir sistem komputerisasi ini harus dibicarakan dengan matang guna pemanfaatan dan pencapaian tujuan diterapkannya sistem, dalam hal ini pihak manajemen rumah sakit dengan para programer, sistem analis, staf administrator rumah sakit dan staf rekam medis.

STANDAR PROFESI PEREKAM MEDIS


A.    Pendahuluan
Munculnya transformasi paradigma rekam medis dari tradisional menjadi manajemen informasi kesehatan pada pertengahan tahun 1990-an merupakan reformasi baru di bidang informasi kesehatan yang dipicu oleh modernisasi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pengelolaan rekam medis dengan format rekaman pada kertas (paper-based record) menjadi rekam kesehatan yang berazaskan pada butiran informasi berbasis komputer (computer-based environment) yaitu rekam medis yang berbasis pada informasi dengan menerapkan teknologi informasi kesehatan. Perekam Medis yang profesional wajib memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar kompetensi dan kode etik profesi. Kompetensi Perekam Medis
1.    Menentukan nomor kode diagnosis pasien sesuai petunjuk dan peraturan pada pedoman buku ICD yang berlaku (ICD-10 Volume 2).
2.    Mengumpulkan kode diagnosis pasien untuk memenuhi sistim pengelolaan, penyimpanan, dan pelaporan untuk kebutuhan analisis sebab tunggal penyakit yang dikembangkan.
3.    Mengklasifikasikan data kode diagnosis yang akurat bagi kepentingan informasi morbiditas dan sistem pelaporanmorbiditas yang diharuskan.
4.    Menyajikan informasi morbiditas dengan akurat dan tepat waktu bagi kepentingan monitoring KLB epidemiologi dan lainnya.
5.    Mengelola indeks penyakit dan tindakan guna kepentingan laporan medis dan statistik serta permintaan informasi pasien secara cepat dan terperinci.
6.    Menjamin validitas data untuk registrasi  penyakit, mengembangkan  dan mengimplementasikan petunjuk  standar koding dan pendokumentasian.
B.     Aspek Hukum Dan Etika Profesi
Deskripsi Kompetensi:
Perekam Medis mampu melakukan tugas dalam memberikan pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan yang bermutu tinggi dengan memperhatikan perundangan dan etika profesi yang berlaku.

C.     Manajemen Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan
Deskripsi Kompetensi:
Perekam Medis mampu mengelola rekam medis dan informasi kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan medis, administrasi dan kebutuhan informasi kesehatan sebagai bahan pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
D.    Menjaga Mutu Rekam Medis
Deskripsi Kompetensi:
Perekam Medis mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan menilai mutu rekam medis.
E.     Statistik Kesehatan
Deskripsi Kompetensi:
Perekam Medis mampu menggunakan statistik kesehatan untuk menghasilkan informasi dan perkiraan (forcasting) yang bermutu sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan.
F.      Manajemen Unit Kerja Manajemen Informasi Kesehatan/ Rekam Medis
Deskripsi Kompetensi:
Perekam Medis mampu mengelola unit kerja yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, penataan dan pengontrolan unit kerja manajemen informasi kesehatan (MIK) / rekam medis (RM) di instalansi pelayanan kesehatan.
G.      Kemitraan Profesi
Deskripsi Kompetensi : Perekam Medis mampu berkolaborasi inter dan intra profesi yang terkait dalam pelayanan kesehatan.
Melaksanakan komunikasi efektif dengan semua tingkatan, Mengikuti berbagai kegiatan sosialisasi antar profesi kesehatan, non kesehatan dan antar organisasi yang berkaitan dengan profesi, Memberikan informasi database MIK dengan efisien dan efektif, Mengidentifikasi kebutuhan informasi bagi pelanggan baik internal & ekternal, Melaksanakan komunikasi dengan teknologi mutakhir (internet, e-mail, fax, dll), Melaksanakan negosiasi dan advokasi tentang pelayanan MIK/rekam medis, Memberikan konsultasi dalam pengelolaan informasi kesehatan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, Menjalin kerjasama dengan Bagian Sistem Informasi RS dalam pengembangan teknologi baru

H.    Kode Etik
Bahwa memajukan kesejahteraan umum adalah salah satu tujuan nasional yang ingin diwujudkan oleh bangsa Indonesia. Kesehatan merupakan salah satu wujud dari kesejahteraan nasional dan mempunyai andil yang besar dalam pembangunan sumber daya manusia berkualitas yang dapat mendukung kelangsungan kehidupan bangsa dan terwujudnya cita-cita nasional yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan merupakan aspek penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu pengembangan sistem dan penerapannya didukung oleh tenaga profesi yang berkualitas. Karena Rekam Medis dan Informasi Kesehatan menyangkut kepentingan kerahasiaan pribadi pasien dan rahasia jabatan, maka Perekam Medis merasa perlu untuk merumuskan pedoman sikap dan perilaku profesi, baik anggota Perhimpunan Profesional Perekam Medis Indonesia (PORMIKI) maupun Perekam Medis lainnya dalam mempertanggungjawabkan segala tindakan profesinya, baik kepada profesi, pasien maupun masyarakat luas.
Pedoman sikap dan perilaku Perekam Medis ini dirumuskan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil gunapartisipasi kelompok Perekam Medis dalam pembangunan nasional khususnya pembangunan kesehatan. Maka berdasarkan pemikiran di atas, Kongres I PORMIKI menyepakati Kode Etik Perekam Medis sebagai berikut:
1.    Kewajiban Umum
a.       Di dalam melaksanakan tugas profesi, tiap Perekam Medis selalu bertindak demi kehormatan diri, profesi dan organisasi PORMIKI.
b.      Perekam Medis selalu menjalankan tugas berdasarkan standar profesi tertinggi.
c.       Perekam Medis lebih mengutamakan pelayanan daripada kepentingan pribadi dan selalu berusaha memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu.
d.      Perekam Medis wajib menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundangan yang berlaku.
e.       Perekam Medis selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identitas individu atau sosial.
f.       Perekam Medis wajib melaksanakan tugas yang dipercaya pimpinan kepadanya dengan penuh tanggungjawab, teliti dan akurat.

2.    Perbuatan/ tindakan yang bertentangan dengan kode etik :
a.      Menerima ajakan kerjasama seseorang / orang untuk melakukan pekerjaan yang menyimpang dari standar profesi yang berlaku.
b.      Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam rekam medis yang dapat merusak citra Perekam Medis.
c.       Menerima imbalan jasa dalam bentuk apapun atas tindakan no.1 dan 2.
3.    Peningkatan Pengetahuan Dan Kemampuan
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan profesional, baik anggota maupun organisasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan profesi melalui penerapan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan perkembangan di bidang Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
4.    Kewajiban Terhadap Profesi
a.       Perekam Medis wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari Kode Etik Profesi.
b.      Perekam Medis wajib meningkatkan mutu rekam medis dan informasi kesehatan.
c.       Perekam Medis wajib berpartisipasi aktif dan berupaya mengembangkan serta meningkatkan citra profesi.
d.      Perekam Medis wajib menghormati dan mentaati peraturan dan kebijakan organisasi profesi.
5.    Kewajiban Terhadap Diri Sendiri
a.       Perekam Medis wajib menjaga kesehatan dirinya agar dapat bekerja dengan baik.
b.  Perekam Medis wajib meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan perkembangan IPTEK yang ada.
alam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di bidang Manajemen Informasi Kesehatan.

SISTEM INFORMASI KESEHATAN


Definisi Sistem Informasi Kesehatan adalah integrated effort to collect, process, report and use health information and knowledge to influence policy-making, programme action and research”.
Definisi ini mengandung arti bahwa kita harus memproses data menjadi informasi yang nantinya diguankan untuk penyusunan kegiatan atau program dan penelitian.
Terdapat 2 jenis pengumpulan data yaitu :
  1. Individual Based berasal dari kartu atau status rekam medis yang direkapitulasi. Hasil rekapitulasi ini dapat digunakan untuk kepentingan institusi dan juga untuk kepentingan masyarakat.
  2. Community  Based berasal dari hasil surveillance atau studi yang dilakukan di masyarakat. Hasil –hasil tersebut dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat dan juga kepentingan individu.

Pemanfaatan informasi yang berasal dari Puskesmas dapat berupa ;
1.      Cakupan Program misalnya Cakupan KIA , Gizi, Cakupan Imunisasi dll
2.      Gambaran kunjungan di Puskesmas
3.      Gambaran 10 penyakit terbanyak berdasarkan umur dan jenis kelamin, penyakit menular dan penyakit tak menular ( Communicable diseases , Non Communicable diseases )
4.      Gambaran penyebab kematian berdasarkan umur, penyakit menular dan penyakit tak menular ( Communicable diseases , Non Communicable diseases )
5.      Gambaran penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
6.      Gambaran penggunaan obat di Puskesmas
7.      Gambaran hubungan antara pola penyakit dan pola penggunaan obat

Pengumpulan data dari masyarakat dapat memberikan informasi tentang  :
1.      Health determinants (sosioeconomi, lingkingan, perilaku dan faktor genetic)
2.      Masukan (inputs) untuk sistem kesehatan dan proses yang berhubungan dengan penggunaan masukan seperti kebijakan, organisasi, infrastruktur kesehatan, fasilitas dan peralatan, biaya, sumber daya manusia, pendanaan kesehatan dan system informasi kesehatan sendiri.
3.      Performance or outputs (keluaran) dari keberhasilan atau kegagalan sistem kesehatan seperti availability, quality dan penggunaan informasi kesehatan serta sarana kesehatan (utility).
4.      Health outcomes (mortality, morbidity, disability, well-being, disease outbreaks and health status)
5.      Health inequities in determinants, coverage and use of services, and outcomes, including sex, socioeconomic status, ethnic group and geographical location.
Subsistem Manajemen Kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional , 2004 merupakan tatanan yang menghimpun berbagai upaya administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi , pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi , serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung , guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Informasi kesehatan adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan informasi kesehatan adalah 9 :
1.      Mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan , baik yang berasal dari sector kesehatan ataupun dari berbagai sektor pembangunan lain
2.      Mendukung proses pengambilan keputusan di berbagai jenjang adminsitrasi kesehatan
3.      Disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi untuk pengambilan keputusan
4.      Disediakan harus akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi
5.      Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan pengumpulan data melalui cara-cara rutin ( yaitu pencatatan dan pelaporan) dan cara-cara non rutin ( yaitu survai dll )
6.      Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran .
7.       
Untuk melakukan perhitungan-perhitungan cakupan , maka dibutuhkan Indikator Indikator adalah :
1.      Variabel yang membantu kita dalam mengukur perubahan-perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung ( WHO, 1981 )
2.      Suatu ukuran tidak langsung dari suatu kejadian atau kondisi . Misalnya berat badan bayi berdasarkan umur adalah indikator bagi status gizi bayi tersebut ( Wilson & Sapanuchart , 1993 )
3.      Statistik dari hal normatif yang menjadi perhatian kita yang dapat membantu kita dalam membuat penilaian ringkas , komprehensif dan berimbang terhadap kondisikondisi atau aspek-aspek penting dari suatu masyarakat ( Departemen Kesehatan , Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat , 1969 )
Dari definisi tersebut di atas jelas bahwa indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan , tetapi kerapkali hanya memberi petunjuk (indikasi ) tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu pendugaan ( proxy ). Misalnya insidens diare yang didapat dari mengolah data kunjungan pasien Puskesmas hanya menunjukkan sebagian saja dari kejadian diare yang melanda masyarakat . Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif dan umunya terdiri atas pembilang ( numerator ) dan penyebut ( denominator ).
Dalam buku pedoman Indikator Indonesia Sehat 2010 , maka klasifikasi indikator dikategorikan sebagai berikut :
1.      Indikator hasil akhir yaitu derajat kesehatan yang meliputi indikator mortalitas , indikator morbiditas dan indikator status gizi
2.      Indikator hasil antara , meliputi indikator-indikator keadaan lingkungan , perilaku hidup masyarakat serta indikator indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan
3.      Indikator proses dan masukan , meliputi indikator pelayanan kesehatan , sumber daya kesehatan , manajemen kesehatan dan kontribusi sektor-sektor terkait